Kamis, 06 Desember 2012

Spirit Savior (part.1) Cerpen

Gelap, gelap sekali disini. Dimana aku sekarang,
“Hallo … ada seseorang disini?” aku berteriak sekuat tenaga tapi satu-satunya suara yang terdengar adalah pantulan gema teriakanku. Sudah kuulangi hal ini beberapa kali tanpa ada perubahan.
Sudahlah, aku menyerah. Kakiku terasa sudah tidak mampu lagi menahan badan yang melemah karena ketakutan ini. Tiba-tiba terdengar suara rintihan seseorang, rintihan yang amat pedih. Kuikuti asal suara tersebut, dari bayang-bayang kegelapan sesosok wanita berambut panjang terurai duduk bersimpuh, aku tidak begitu jelas melihat wajahnya karena rambut panjangnya hampir menutupi wajah keseluruhan kecuali mulutnya yang gemetar ketakutan, sepertinya ia mulai membuka mulutnya,
“Tolong aku, aku mohon dengan sangat …”
“Jadi apa yang bisa kulakukan untukmu?”
“Aku telah mati, dan yang aku inginkan adalah …”
“Nahhh tunggu sebentar, jadi kau sudah mati, lalu …” seketika aku memotong kalimatnya karena terkejut mendengar seseorang mengatakan “aku telah mati”.
“Tunggu, jangan pergi. Aku mohon, tolong aku, kuburkan mayatku dengan layak, aku tidak ingin terus menerus seperti ini, aku tidak ingin membuat seluruh keluargaku khawatir”.
“Oh astaga, apa-apaan sih ini” aku mengeluh dan menepuk jidatku.
“Aku mohoonn …” ia mengatakannya diiringi rintihan tangisan, tepat di lantai bawah kepalanya ada genangan air semerah darah yang terus bertambah tetes-demi tetes, dan asalnya ternyata dari wajah wanita di depanku. Ia, menangis darah, eh?
“Ugghhh, baiklah. Apa yang harus kulakukan? Bahkan mayatmu dimana aku tidak tahu”.
“Hihi, itu mudah. Pagi-pagi sekali kutunggu di depan rumah kamu, nanti biar kutunjukkan jalannya. Bisa, kan? Baiklah aku tunggu ya”.
Dan ia menghilang, genangan darah tadi juga lenyap.
Seketika aku membuka mata, ternyata aku berada di tempat tidurku. Semuanya terlihat normal, aku masih bisa merasakan semua anggota badanku, jam dinding telah menunjukkan pukul 5 pagi.
“Nah, jadi semua hal barusan hanya mimpi, eh? Baiklah kembali tidur, sekarang kan hari minggu, ahh”.
Ketika aku hendak memejamkan mata, teringat kalimat terakhir wanita yang kutemui dalam mimpiku tadi, “Pagi-pagi sekali kutunggu di depan rumah kamu ya”.
Biarlah, kan hanya mimpi, tapi apa salahnya juga melihat benar tidaknya. Aku melangkah keluar rumah, keadaan disana masih sangat sepi, maklum lah masih jam segini, aku menengok ke kanan, kiri, setiap sudut.
“Tidak ada siapapun, eh?” aku bergumam dan akan kembali ke dalam rumah ketika suara seseorang menghentikan langkahku.
“Hay, kamu bersedia membantuku ya? Bagus deh”. Dari suaranya sepertinya ia adalah wanita dalam mimpiku semalam, tapi tidak ada siapapun di sekitar sini.
“Huh, kau dimana? Tunjukkan wujudmu, bagaimana aku bisa membantumu kalau bahkan aku tidak bisa melihatmu”.
Sosok wanita yang tak asing tiba-tiba muncul di sampingku.
“Maaf aku tidak langsung menunjukkan wujudku, aku takut kamu seperti beberapa orang yang sebelumnya, mereka langsung berlari ketakutan setelah melihatku”.
“Ohh baiklah. Tapi sebentar, setidaknya biarkan aku cuci muka terlebih dulu sebelum pergi, masih berat nih mata”.
Sambil melangkah ke kamar mandi aku berpikir sebentar, kok aku mau sih dimintai tolong seseorang yang baru kenal? Tapi biarlah, apa buruknya membantu seseorang, hmm atau mungkin hantu, eh?
“Hmm, apa bukan masalah kau berjalan di tempat umum seperti ini”? tanyaku di tengah perjalanan.
“Tak usah dipikirkan, hanya kamu yang bisa melihatku”.
“Oh, bagus deh. Eh kalau boleh tahu, penyebab kematianmu apa?” aku coba membuka pembicaraan.
“Jadi begini, kejadian ini dimulai tiga hari yang lalu. Hari itu aku sedang lembur kerja, baru pulang sekitar pukul 12 malam. Aku terpaksa pulang dengan berjalan kaki karena biasanya aku dijemput suamiku, tapi saat itu ia sedang sibuk dengan pekerjaannya. Sebenarnya aku sangat takut karena akhir-akhir ini di surat kabar sering muncul penganiayaan yang dilakukan tengah malam oleh germbolan anak remaja yang mabuk. Malam semakin larut, bulu kudukku merinding, kudengar dari kejauhan gelak tawa beberapa orang, semakin mendekat dan mendekat. Kedengarannya suara tersebut berasal dari belakang, tapi aku terlalu takut untuk melihatnya.
Tiba-tiba gelak tawa tadi berubah menjadi teriakan yang lantang, ‘Hallo, ada siapa di depan sana, kawan?’, ‘Dilihat dari sini sih kayaknya cewek tuh, hay-hay main bareng sini yuk’. Tanpa menoleh ke belakang aku langsung berlari sekuat tenaga. Aku tidak tahu kemana tujuanku, aku hanya berlari dan berlari sambil memejamkan mata hingga langkahku terhenti karena tidak ada tanah tempatku berpijak. Aku tidak menginjak tanah lagi, aku mengambang di udara, tepat di atas jurang tengah hutan, pertama aku tidak ingin percaya bahwa aku telah mati. Tapi aku terpaksa harus meyakininya karena aku melihat jasadku sendiri di bawah sana, dengan kondisi sekujur tubuh dipenuhi luka benturan dan kepala berlumuran darah.
Mulai hari itu aku menjadi hantu gentayangan karena jasadku tidak dikuburkan secara wajar, aku berjalan tak tentu arah. Di tengah perjalananku aku bertemu arwah lain, ia memberitahuku bagaimana agar aku bisa beristirahat dengan tenang, yah mulai dari aku minta tolong padamu lewat mimpimu.
Baiklah, sudah sampai” ia berhenti di depan sebuah rumah besar berpagar kuning, di serambi depan duduk seorang pria tengah baya dengan wajah sangat muram.
“Disini tempat aku tinggal saat masih hidup. Pria yang duduk di serambi sana adalah suamiku. Cukup katakan padanya bahwa aku sudah meninggal dan beritahu dia tempat jasadku berada. Biar dia saja yang membawa pulang jasadku, aku sudah cukup merepotkanmu”.
“Ohh baiklah” aku masuk ke rumah besar tadi dan mencoba menjelaskan sebaik mungkin kepada pria yang duduk di serambi rumahnya, awalnya ia sangat terpukul mendengarnya, aku sudah berusaha membuatnya tenang. Akhirnya dia pun sudah membaik dan memintaku untuk datang ke acara pemakaman istrinya.
Keesokan harinya aku telah berada di pemakaman wanita kemarin. Kulihat ia berdiri di antara orang-orang yang menghadiri pemakaman. Ia tersenyum padaku dan mengatakan,
“Ah iya, aku belum memberitahu siapa namaku ya? Namaku Rini, terimakasih ya bantuannya kemarin. Eh sebelum aku pergi, kuberitahu kamu satu hal, setiap kali kamu membantu arwah yang tersesat, kamu mendapat kekuatan dari alam sana, mungkin yang sekarang dapat kamu gunakan adalah mantra Level 1 power, Invicible. Cobalah kapan-kapan, dan mungkin setelah ini akan banyak arwah tersesat yang meminta bantuanmu, sudah ya selamat tinggal”, ia seketika lenyap menjadi asap dan pudar.
(To b continued ...)
 
by: Yayak