UNTUK LEBIH BANYAK LAGI CERPEN HUMOR KLIK LINK DIBAWAH:
Sejarah |
Bu Ida, guru SD kelas VI memberi tahu muridnya bahwa besok ulangan Sejarah. Dede salah seorang murid SD tersebut, sepulangnya dari sekolah terus menghapal pelajaran tersebut. Hasil ulangan telah di kumpulkan dan Ibu Ida menguji murid-muridnya. "Dede, coba kamu sebutkan perang Diponegoro tahun berapa?" "Tahun 1825 sampai 1830, Bu." "Sekarang coba Udi, di mana Pangeran Diponegoro gugur?" "Di halaman 30, Bu!" jawab Udi sambil menggosok matanya karena sedang ngantuk. (03-12-2004) |
Awas Tembok |
Kebaktian dukacita untuk mengenang seorang istri yang baru saja meninggal baru saja selesai. Lalu beberapa orang diminta menggotong peti jenazah itu menuju ke pekuburan. Tetapi, saat hendak keluar dari gereja, tanpa disengaja, peti itu menyenggol tembok dan jatuh terbanting dengan keras.Para tamu terkejut semuanya, karena mereka mendengar erangan dari dalam peti jenazah itu. Ternyata sang wanita masih hidup dan bertahan hingga sepuluh tahun kemudian. Nah, sepuluh tahun kemudian sang istri meninggal lagi. Kebaktian dukacita berlangsung di tempat yang sama. Saat selesai kebaktian, ketika peti itu hendak digotong ke luar gereja dan menuju pemakaman, si suami berteriak-teriak, "AWAS TEMBOK! AWAS TEMBOK!" (03-12-2004) |
Perceraian |
Iwan dan Susi mendatangi pengadilan untuk mengurus perceraian. "Saya ingin pisah dari barang rongsokan ini," kata Susi emosional. "Saya tidak bisa hidup dengan monster ini," balas Iwan. "Berapa anak kalian?" kata hakim. "Tiga," jawab Iwan. "Tunggulah setahun lagi," kata sang hakim. "Tambahlah satu anak lagi, supaya kalian masing-masing mendapat dua anak." "Tapi dengan potensi saya, bisa-bisa kami nanti malah mendapat anak kembar," kata Iwan. "Apa? kembar?" Susi mencibir. "Kalau saya hanya mengandalkan dia, belum tentu kami bisa punya tiga anak seperti sekarang." (02-12-2004) |
Bukti |
Seorang wanita sedang mewawancarai calon pembantu rumah tangganya yang baru, calon pembantu itu diminta menceritakan pengalaman kerjanya selama ini dan menunjukan referensi yang dimilikinya. "Sayang sekali, Bu. surat keterangan bekerja dari keluarga presiden sudah hilang. Tetapi, saya masih menyimpan beberapa buah sendok sebagai bukti saya pernah bekerja di sana," ungkap calon pembantu itu. (30-11-2004) |
Jangan Diinjek |
Mbah Mangun menderita sakit keras. Ia menderita kanker paru-paru yang sudah menyebar ke seluruh tubuh. Seluruh keluarga sudah berkumpul di rumah sakit. Sementara itu Mbah Mangun tampak makin kesulitan menghadapi saat-saat terakhir hidupnya. Seorang anaknya berinisiatif untuk menghadirkan seorang ulama untuk memimpin doa. Tak lama kemudian, Pak Ahmad, ulama yang dimaksud sudah berada di rumah sakit, dan langsung disediakan tempat tepat di sisi tempat tidur Mbah Mangun. Pak Ahmad berbisik di telinga Mbah Mangun, membimbingnya mengucapkan syahadat dan istighfar. Pak Ahmad juga meminta Mbah Mangun menyampaikan pesan-pesan terakhirnya. Mbah Mangun tampak ingin mengatakan sesuatu, tetapi nampak sangat kesulitan dan megap-megap karena sesak napasnya. Kemudian dengan segera seorang anaknya menyodorkan kertas dan bolpen. Dengan kesulitan pula Mbah Mangun menulis sesuatu di atas kertas. Namun sesaat setelah selesai menulis, ia menghembuskan napas yang terakhir. Seluruh keluarga yang memang sudah pasrah langsung membaca doa-doa mengantar kepergian Mbah Mangun. Surat yang ditulis Mbah Mangun sebelum menghembuskan napas yang terakhir belum sempat dibaca dan disimpan oleh Pak Ahmad yang duduk di sisinya. Beberapa hari setelah pemakaman, selesai acara doa bersama, seluruh keluarga berkumpul untuk membicarakan wasiat peninggalan Mbah Mangun. Sampai akhirnya tiba pada giliran membuka surat yang ditulis Mbah Mangun sesaat sebelum meninggal. Seluruh keluarga menanti dengan perasaan ingin tahu yang dalam. Dengan tulisan yang sulit dibaca, di kertas itu tertera, "Mad, awas, kamu menginjak selang oksigen Mbah. |
| |||
HidupBukanUntukSedih |
0 komentar:
Posting Komentar